Investor Daily, 7 April 2007
Tandean Rustandy
Apabila persoalan ekonomi tidak diperbaiki pada 2007, kesempatan bangkit pada 2008 akan semakin kecil, karena perhatian pemerintah dan wakil-wakil rakyat tercurahkan untuk urusan politik menjelang Pemilu 2009.
Masih adakah harapan tahun 2007? Pertanyaan ini semakin menggelitik dengan melihat berbagai fenomena sepanjang triwulan pertama 2007, seperti lonjakan harga beras di Pulau Jawa dan berbagai wilayah di Sumatera Utara serta antrean panjang warga di sejumlah daerah untuk mendapatkan beras operasi pasar. Sederet panjang daftar musibah pun melengkapi terpaan masalah yang dihadapi bangsa ini, mulai dari semburan Lumpur panas di Sidoarjo yang belum juga tuntas, banjir mengurung ibukota Jakarta beberapa waktu lalu, terus longsor, dan gempa bumi yang melanda di daerah-daerah.
Di tengah berbagai jeritan pilu yang seolah tak pernah berhenti itu, kita berturut-turut dikejutkan oleh berita tenggelamnya kapal Senopati, raibnya pesawat Adam Air, terbakarnya kapal Levina, hard landing pesawat Adam Air di Surabaya, serta terbakarnya pesawat Garuda di Yogya.
Melihat berbagai persoalan yang menimpa bangsa ini serta dinamika perekonomian domestik dan perkembangan lingkungan global beberapa tahun terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia ke depan tampaknya masih dihadapkan pada sejumlah tantangan yang harus disikapi secara serius.
Upaya menjaga dan memantapkan stabilitas ekonomi makro tetap merupakan satu hal yang penting. Dalam triwulan pertama 2007, laju inflasi turun dari 6,6% year on year (yoy) pada akhir tahun 2006 menjadi 6,3% yoy serta suku bunga BI turun dari 9,50% pada Januari 2007 menjadi 9,25% pada Maret. Rupiah masih berkisar Rp 9.000 – 9.200 per US$. Angka tersebut masih sangat fluktuatif padahal dunia usaha justru membutuhkan stabilitas. Yang harus diperhatikan juga adalah pelemahan rupiah terhadap mata uang euro dan mata uang lainnya karena apresiasi mata uang ini terhadap rupiah akan membuat impor kita lebih mahal. Sinkronisasi antara kebijakan fiskal, moneter, dan sector riil mesti harus lebih diperhatikan lagi melalui koordinasi dan komunikasi yang lebih baik.
Iklim Investasi
Dalam APBN 2007 pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 6,3%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk menopang target pertumbuhan ekonomi tersebut, pertumbuhan investasi harus sebesar 12,3%. Pemerintah telah menyatakan komit terhadap perbaikan iklim investasi, dimulai dengan meluncurkan paket kebijakan investasi pada Februari tahun lalu yang mencakup perbaikan pelayanan dan penyederhanaan prosedur dan birokrasi di dalam RUU Perpajakan, RUU Investasi, dan paket infrastruktur.
Namun, sungguh disayangkan, biar pun pemerintah bercerita bagus tentang paket kebijakan perbaikan iklim investasi tersebut, kenyataannya sampai tiga bulan pertama tahun 2007, pemerintah terlihat ragu-ragu dan cenderung lambat dalam memberlakukan kebijakan tersebut.
Selama ini hampir tidak ada investasi di sektor riil yang bisa menampung jutaan pekerja, padahal sektor riilah yang sebenarnya memberikan kontribusi cukup besar kepada pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Investasi asing tidak bisa diharapkan karena mereka masih bersikap menunggu janji-janji pemerintah. Jadi untuk menopang pertumbuhan investasi, uang tidak boleh hanya ditempatkan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), tetapi juga harus disalurkan ke sektor riil dan sebagian ke sektor perkebunan yang padat karya.
Investasi akan lebih agresif jika terdapat kemudahan memperoleh kredit perbankan. Investasi pemerintah (berupa pembangunan infrastruktur) dan pengusaha domestik (berupa pengembangan usaha) inilah yang sangat kita harapkan untuk membuka lapangan kerja serta menggerakkan perekonomian. Pemerintah dan rakyat Indonesia sebaiknya tidak terlalu berharap dan bergantung pada investasi asing, melainkan kita harus menyadari bahwa sesungguhnya bangsa dan rakyat Indonesia mampu melakukannya.
Dengan adanya berbagai bencana silih berganti baru-baru ini, para investor tentu akan memantau apakah tidak akan terjadi bencana yang lebih besar lagi di masa mendatang, karena bencana-bencana tersebut berpotensi meningkatkan laju inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Moralitas dan Kedispilinan
Memang faktor alam juga ikut berperan seperti cuaca buruk atau hujan lebat. Namun, ulah atau kelalaian manusia sendiri merupakan faktor kunci terjadinya tragedi di Tanah Air. Di bidang penerbangan, misalnya, tanpa mengurangi hasil kerja Komite Nasional Keamanan Transportasi, banyak kejadian rasanya bersumber pada ulah manusia sendiri. Penyebab kecelakaan pesawat yang harus dicurigai adalah tidak adanya standar yang ketat. Demi menghemat biaya, perusahaan penerbangan kerap mengisi avtur (bahan bakar) tak sesuai standar, sehingga keselamatan penumpang tergadaikan.
Jadi, selain faktor ekonomi, moralitas merupakan faktor penting dalam pengelolaan sebuah usaha. Sebuah perusahaan yang menjunjung tinggi standar kinerja atau moralitas perusahaan senantiasa ingin memberikan yang terbaik kepada para pelanggan atau lingkungan sekitarnya. Ia akan terus memperbaiki standar, meningkatkan pengawasan, taat asas, patuh pada aturan main atau hukum yang berlaku, terus memperbaiki tingkat pendidikan.
Bencana alam seperti banjir dan tanah longsor pun setidak-tidaknya bisa dikurangi dengan meningkatkan moralitas dan disiplin terhadap tata kelola perusahaan yang baik, khususnya dalam hal kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Kembali ke pertanyaan di atas, masih adakah harapan tahun 2007? Harapan tetap ada, bahkan sangat besar. Persoalannya, bersediakah pemerintah, wakil-wakil rakyat, dan segenap komponen bangsa, bekerja keras dengan integritas dan dedikasi yang tinggi, memperbaiki sikap dan moral, serta mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan?
Kita membutuhkan manusia-manusia Indonesia yang memiliki iman, pengharapan dan kasih, bukan manusia yang sekadar pandai memamerkan ambisi untuk sukses di bidang ekonomi. Seperti kata tokoh besar Ibu Theresa, bahwa kita terpanggil bukan terutama untuk sukses, melainkan untuk beriman. Orang yang sukses belum tentu beriman, sedangkan orang beriman akan memiliki pengharapan untuk sukses.
Tandean Rustandy, Penulis adalah Direktur Riset dan Studi Reformed Center for Religion and Society, Alumni University of Chicago Booth Business School