- Investor Daily, 6 November 2014
- Tandean Rustandy
- Waktu Baca: 5 menit
Presiden Joko Widodo telah melantik Kabinet Kerja yang terdiri atas 34 menteri yang akan membantunya selama lima tahun ke depan. Langsung bergerak cepat, kesan itulah yang muncul setelah Kabinet Kerja dilantik.
Bertepatan dengan pemerintahan baru, Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 pada Desember. Sementara itu, Asean Free Trade Agreement ditandatangani tahun 1992 dan penghapusan tarif masuk untuk semua barang impor disetujui tahun 2010 bagi anggota pendiri Asean, sehingga semua penduduk bisa bekerja di seluruh negara anggota Asean. Sedangkan anggota tambahan, seperti Kamboja, Myanmar, Laos. dan Vietnam akan direalisasikan pada 2015. Dengan kata lain, era kompetisi menyambut kehadiran pemerintahan baru Jokowi-JK.
Penulis teringat perkataan Victor Klam, pemilik tim American Football “New England Patriots”, bahwa dalam dunia bisnis ada ungkapan, “The competition will bite you if you keep running, if you stand still, they will swallow you.” Kalimat ini seharusnya menjadi inspirasi bagi Kabinet Kerja.
Indonesia memiliki 250 juta dari total 600 juta penduduk Asean. Tahun 2013, produk domestik bruto (PDB/GDP) per kapita Indonesia US$ 3.475 lebih rendah dari Thailand (US$ 5.779) dan Malaysia (US$ 10.513). Dengan GDP per kapita yang masih sangat rendah, Indonesia merupakan pangsa pasar terbesar yang terus bertumbuh. Produk Thailand seperti hasil pertanian akan semakin banyak masuk Indonesia, dan ini berdampak sangat berat untuk para petani. Demikian juga dengan komoditas Malaysia seperti gula, beras, minyak goreng akan semakin leluasa masuk wilayah perbatasan.
Semua ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dimana pencegahannya harus diprioritaskan. Sedangkan bagi pelaku usaha, harus terus dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan awareness dan produktivitas produk pertanian, perkebunan, dan manufaktur terkait dengan terbukanya pasar bebas Asean.
Penaikan Harga BBM
Presiden Jokowi mengatakan siap mengambil kebijakan yang tidak populer, yakni menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi defisit anggaran dalam APBN 2014. Apabila pemerintah berani menaikkan harga BBM dalam waktu dekat, fundamental perekonomian ke depan semakin membaik. Secara jangka pendek inflasi akan meningkat tetapi jangka menengah mata uang akan stabil dan kemungkinan menguat. Impor minyak diperkirakan akan turun karena mengurangi pencurian minyak untuk re-export. Impor minyak sangat membebani anggaran dan kebutuhan mata uang dolar.
Pemerintah harus menyiapkan dana kompensasi untuk pengembangan usaha produktif, misalnya pupuk, benih dan pestisida untuk pertanian, dan peralatan untuk nelayan. Yang penting, kenaikan harga BBM bersubsidi masih dalam batas kewajaran dan pengalihan subsidi itu harus tepat sasaran.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu, komoditas pertanian hendaknya dikelola dengan manajemen yang profesional untuk menjaga kesinambungan pasokan dan harga di pasar. Supply chain untuk produk pertanian harus diperpendek, supaya petani tidak perlu menjual ke tengkulak, lalu tengkulak tersebut menjualnya lagi ke “tengkulak besar”. Selama ini, semakin tinggi tingkat ketergantungan rakyat pada suatu komoditas pangan, semakin besar komoditas tersebut dijadikan alat kepentingan politik. Permasalahan supply chain ada di semua aspek, mulai dari hulu, logistik, dan hilir. Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian, harus mempunyai kebijakan yang sinkron untuk mengatasi hal ini.
Buah-buahan dari Thailand dapat kita temui di Singapura dan juga Indonesia. Apabila dibandingkan cita rasanya, mangga manalagi dan harum manis Indonesia lebih enak dibanding mangga Thailand. Tetapi kenapa mangga kita tidak dikenal di negara lain? Bahkan kita mengimpor durian montong Thailand yang cita rasanya belum tentu segurih durian kita. Lemahnya daya saing produk pertanian lokal tidak semata disebabkan kualitas produk yang rendah, tetapi karena usaha pertanian yang dikelola masih konvensional secara teknis dan manajemen “abangan”.
Agribisnis merupakan komoditas yang unik pengelolaannya karena produknya yang mudah rusak. Selain itu, banyak faktor yang memengaruhinya, seperti transportasi, cuaca dan temperatur, teknologi pembibitan dan pengolahan, serta pemasaran. Merupakan “PR” bagi menteri pertanian untuk lebih intensif meningkatkan produktivitas para petani. Menteri pariwisata dan menteri perdagangan meningkatkan promosi dan membantu mencari solusi untuk mengurangi biaya dan memperpendek waktu pengiriman sehingga memiliki daya saing menghadapi arus persaingan di dalam maupun luar negeri.
Industri keramik merupakan salah satu sektor yang tidak perlu dikhawatirkan karena memiki competitive advantage. Kita memiki kapasitas yang besar didukung dengan teknologi yang cukup prima, sehingga produsen bisa lebih efisien dan harga keramik kita bisa lebih rendah dan terjangkau. Para produsen dalam negeri seharusnya berkonsolidasi. Untuk produsen dengan kapasitas kecil yang kalah bersaing di dalam negeri, mereka bisa masuk ke market dengan menjual produk mereka ke Myanmar, Kamboja dan Laos.
Ulet dan Kerja Keras
Milan Kundera, penulis besar dari Czech Republic mengatakan “Business has only two functions— marketing and innovation”. Melakukan inovasi berarti mampu melihat dimana letak kekuatan kita. Daripada takut negara lain masuk ke pasar Indonesia, kenapa kita tidak berinovasi keluar dan masuk ke pasar negara lain?
Dengan mulai berjalannya pasar bebas Asean, akan ada adjustment seperti yang terjadi di Eropa. Jerman adalah negara yang tidak memiliki sumber daya energi dan standar biaya hidup cukup tinggi, namun negeri itu semakin maju dan makmur. Sedangkan Prancis dan Italia mengalami stagnasi. Selama 2009-2013 GDP per kapita Jerman tumbuh 11,96% dari US$ 40.279 menjadi US$ 45.085, sedangkan Prancis hanya tumbuh 2,30% dari US$ 40.488 menjadi US$ 41.121, dan Italia malahan turun 3,09% dari US$ 35.724 menjadi US$ 34.619.
Negara yang rakyatnya memiliki mentalitas ulet dan kerja keras akan terus maju, sedangkan negara yang mentalitasnya santai akan mengalami kemunduran. Ini yang akan terjadi di Indonesia pada era pasar bebas Asean karena masih sangat bergantung kepada impor makanan pokok, dimana seharusnya kita mampu menghasilkannya sendiri. Mengekplorasi natural resources tidak banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu harus konsolidasi ke pertanian, perkebunan, perikanan dan manufacturing yang memerlukan banyak tenaga kerja.
Fundamental perekomian kita akan kuat apabila kita fokus kembali berswasembada makanan pokok. Kita perlu belajar dari pujangga besar Inggris yang mengatakan “progress is imposible without change, and those who cannot change their minds cannot change anything”. Ini nasihat yang sangat sederhana untuk dijalankan, mulai dari penguasa, politikus, pengusaha dan setiap lapisan masyarakat yang merindukan bangsa kita mampu menjadi negara yang makmur dan sejahtera.
Tandean Rustandy, Peneliti Senior Reformed Center for Religion and Society