Suara Pembaruan, 26 Oktober 2008
Binsar A. Hutabarat
Kemenangan Barack Obama atas McCain disambut hangat berbagai penjuru dunia. warga Amerika Serikat sendiri mungkin tak pernah menyangka bahwa kemenangan Barack Obama akan mengharumkan nama Amerika Serikat ke seluruh penjuru dunia.
Pemimpin berbagai negara dengan antusias menyambut kemenangan Barack Obama. Mereka menyebutnya era baru untuk Amerika, era di mana Amerika membuktikan bahwa negara yang memuliakan manusia sesuai dengan martabatnya akan dimuliakan, dan kemenangan Obama adalah kemenangan yang memuliakan manusia.
Kemenangan Barack Obama atas McCain disambut hangat berbagai penjuru dunia. warga Amerika Serikat sendiri mungkin tak pernah menyangka bahwa kemenangan Barack Obama akan mengharumkan nama Amerika Serikat ke seluruh penjuru dunia.
Pemimpin berbagai negara dengan antusias menyambut kemenangan Barack Obama. Mereka menyebutnya era baru untuk Amerika, era di mana Amerika membuktikan bahwa negara yang memuliakan manusia sesuai dengan martabatnya akan dimuliakan, dan kemenangan Obama adalah kemenangan yang memuliakan manusia.
Perubahan tiba-tiba terjadi. Amerika Serikat, yang sempat mendapatkan penilaian miring, bahkan memiliki banyak musuh, khususnya ketika perang terhadap teroris digemakan oleh Geroge W Bush, kini menjadi negara yang menyebarkan keharuman bagi dunia. Obama adalah presiden ke-44 AS dalam 232 tahun sejarah negara itu. Obama adalah presiden kulit hitam pertama di AS, keturunan Kenya.
Kemenangan Obama sekaligus mengikis sinisme terhadap AS, khususnya dalam hal kesetaraan, antidiskriminasi, dan penegakan hak-hak asasi manusia. Amerika Serikat, yang getol menyuarakan HAM, bahkan deklarasi kemerdekaannya dirujuk sebagai acuan penegakkan HAM, dalam implementasinya, ternyata mengalami kesulitan. Suara Lantang Marthin Luther King, seorang berkulit hitam, yang menentang diskriminasi di AS adalah fakta yang tak bisa ditutup-tutupi bahwa negara adidaya itu juga terseok-seok dalam memperjuangkan HAM.
Kemenangan Obama seakan-akan menjadi bukti paling ampuh yang menyapu tuduhan diskriminasi rasial di Amerika Serikat, setidaknya dalam hal pengakuan terhadap kesetaraan manusia yang didasarkan pada martabat kemanusian yang sama.
Peristiwa besar di AS, yang memashyurkan negeri itu, adalah Amerika bukan hanya negara yang dengan berani menyuarakan hak-hak asasi manusia, tetapi juga negara yang membuktikan bahwa perbedaan agama dan ras bukan penghalang untuk menduduki kursi kepresidenan.
Pembuktian Amerika itu, semestinya menjadi teladan bagi negara manapun di dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, wajar jika kemenangan Obama mendapat sambutan hangat dari seluruh penjuru dunia, terlepas dari apakah Obama dapat memenuhi harapan rakyat yang memilihnya atau tidak, meski dunia tentu berharap Obama dapat memenuhi janjinya.
Kemanusiaan Beradab
Kemenangan Obama mungkin dapat diartikan sebagai kemenangan bagi semua manusia yang beradab. Bukan karena McCain kurang beradab dibandingkan Obama, tetapi tepatnya, hukum yang menyanjung nilai-nilai kemanusian yang beradab itu telah ditegakkan oleh negara adikuasa itu.
Indonesia boleh saja berharap akan adanya perubahan yang menguntungkan dengan terpilihnya Obama, apalagi dia pernah tinggal cukup lama di Indonesia. Namun, Indonesia tidak perlu berharap akan mendapatkan perlakuan khusus, karena hal itu justru melanggar nilai-nilai keadilan dalam hubungan antarbangsa. Pada sisi yang lain, Obama sendiri tentu memiliki tugas berat untuk memulihkan perekonomian AS yang sedang dilanda resesi.
Prof Dr James Killen, peneliti berkebangsaan Amerika, pimpinan Center for Justice, ketika berkunjung ke Indonesia, baru-baru ini, mengatakan, warga Amerika tidak berharap akan ada perubahan besar jika McCain menang. Demikian juga jika Obama yang memenangkan kursi itu. Meski pun dia mengakui dukungan terhadap Obama sangat besar, namun krisis yang dialami Amerika sangat berat dan tidak mudah memulihkannya dengan segera.
Namun, masih ada pelajaran yang sangat berarti untuk Indonesia dari kemenangan Obama, yakni negara -negara yang pemerintah dan rakyatnya mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan akan dimuliakan. Realitas itu pula yang pernah membuat Indonesia tersanjung di seluruh penjuru dunia.
Sejarawan besar, Arnold Toynbee, pernah memberikan pujian bahwa Indonesia adalah negeri yang rukun. Di negeri ini, agama-agama hidup berdampingan dengan rukun. Kebesaran Bhinneka Tunggal Ika, yang adalah identitas Indonesia, telah memuliakan negeri ini. Manusia dari berbagai suku, ras, dan agama hidup dengan rukun. Kalau kita dapat terus merawatnya, maka kemuliaan di negeri ini pasti terus terjaga.
Kemenangan Obama mungkin tidak berarti besar untuk memulihkan perekomian Indonesia yang mulai merasakan hantaman krisis ekonomi dunia, namun memiliki arti besar sebagai instrospeksi. Kita perlu bertanya, apakah nilai-nilai Pancasila yang menyanjung nilai-nilai kemanusian itu telah kita perjuangkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Indonesia perlu melepaskan konsep-konsep yang melawan Pancasila.
Terkait dengan Pemilu 2009, partai-partai politik harus menjauhkan strategi politik yang bersifat primordialisme, khususnya dalam menentukan caleg dan pasangan capres/cawapres. Usaha untuk mendikotomikan harus dibuang jauh-jauh. Kita harus melaksanakan amanat UUD bahwa semua warga negara Indonesia, yang berasal dari suku, agama, dan keturunan bangsa manapun berhak untuk dipilih menjadi pemimpin negeri ini, asal saja memiliki kemampuan untuk itu.
Pada sisi lain, rakyat Indonesia perlu bersikap objektif dalam menentukan pilihan yang bersifat strategis. Hanya dengan itulah, Indonesia bisa menghadirkan putra terbaiknya untuk memimpin negeri ini. Seorang pemimpin yang mampu mempersatukan semua kelompok dan golongan yang akan membawa negeri ini kembali pada masa kejayaan. Itulah modal besar untuk mencapai negara adil dan makmur yang menjadi kerinduan semua rakyat Indonesia.
Binsar A. Hutabarat, Penulis adalah Peneliti Reformed Center for Religion Society