Benahi Bangsa Melalui Pendidikan Inovatif

  • Investor Daily, 28 Oktober 2015
  • Tandean Rustandy
  • Waktu Baca: 6 menit

Selama 70 tahun Indonesia merdeka, kualitas keterbukaan pemerintah, kehidupan serta pendidikan rakyat jauh tertinggal dari negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan (Korsel).

Saat ini, produk domestik bruto (GDP) per kapita Indonesia hanya sebesar US$ 3.534. Makanya tidak heran, antara satu provinsi dan provinsi lain terjadi kesenjangan sosial begitu besar, juga gap antara kaya dan miskin. Akibatnya, terjadi urbanisasi penduduk dari daerah yang kurang sejahtera ke kota yang lebih makmur. Pembangunan infrastruktur juga tidak seimbang dan lebih difokuskan ke kota-kota besar.

Semuanya ini menyebabkan biaya logistik Indonesia mencapai 27% dari GDP, salah satu tertinggi didunia. Biaya logistik yang demikian tinggi sangat tidak efisien. Hal ini membuktikan mismanajemen para elite politik dan merupakan salah satu penyebab rakyat hidup kurang sejahtera. Bandingkan dengan Singapura.

Sekalipun baru 50 tahun merdeka, GDP per kapita Singapura tercatat sebesar US$ 56,319, atau 16 kali lebih besar dari Indonesia. Singapura mampu mensejahterakan rakyatnya karena memiliki sistem pemerintahan yang transparan dan profesional.

Pendidikan Berkualitas
Begitu pula dengan Korsel. Sekalipun telah merdeka sejak 1948, pada 1955 negeri masih sangat terbelakang karena perang saudara. Ketika krisis ekonomi melanda Asia tahun 1997, Korsel terimbas seperti halnya Indonesia. Namun, saat ini Korsel jauh lebih maju dari Indonesia. Setelah krisis ekonomi 1997, Bank Dunia dan beberapa tangki pemikir bekerja sama mengembangkan economy knowledge bagi Korsel.

Bank Dunia menemukan bahwa Korsel perlu memperbaiki produktivitas karena selama ini industri berat yang padat modal tidak mampu memberikan hasil yang memadai. Mereka yakin dengan memperbaiki insentif ekonomi dan rejim institusi termasuk peran pemerintah, maka produktivitas Korsel akan bisa diperbaiki.

Sebelumnya Korsel hanya mengalokasikan 13% dari GDP untuk kepentingan pendidikan. Reformasi di bidang pendidikan perlu dilakukan dengan menderegulasi kontrol ketat dari kementerian pendidikan, mengaplikasikan sistem belajar yang terintegrasi dan memperkuat jaringan sistem pendidikan global.

Melalui implementasi good economic policies dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan yang lebih tinggi, Korsel berhasil bertransformasi menjadi negara yang memiliki economy knowledge. Sangat disayangkan Indonesia tidak belajar dari Korsel yang bertekad melakukan reformasi sistem pemerintahan dan pendidikan.

Kepentingan pribadi, partai politik, dan kelompok harus ditanggalkan demi kepentingan bangsa. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini sangat mengandalkan kekayaan alam, seperti pertambangan dan komoditas sehingga pertumbuhan ekonomi lebih rentan terhadap krisis ekonomi negara-negara tujuan ekspor.

Untuk memajukan suatu bangsa, sistem pendidikan berkualitas merupakan hal mutlak, dengan demikian penguasaan pengetahuan dan berinovasi akan mampu mendukung perubahan. Pendidikan dan ilmu pengetahuan merupakan aset dan kekayaan yang tidak akan hilang, sedangkan harta benda dan kekayaan alam akan lenyap.

Tanpa penguasaan pengetahuan yang terintegrasi, kita tidak mampu mengolah kekayaan alam yang berlimpah untuk pembangunan bangsa yang berkelanjutan. Dibandingkan negara-negara Asean lainnya, pendidikan di negara kita jauh tertinggal. Ditambah dengan akses pendidikan yang belum merata. Ini kesalahan pemerintah yang tidak menyediakan sekolah yang cukup dan memadai. Akhirnya menjadi peluang bagi pihak swasta masuk ke bidang sosial yang seharusnya dikelola dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah.

Sekolah bukan lagi tempat membagi ilmu. Misi sosial sekolah berubah menjadi lading korupsi, tempat mengeruk uang bagi oknum-oknum yang super egois. Nilai-nilai luhur seperti budi pekerti dan rasa hormat kepada guru dan orang tua tidak lagi menjadi fokus utama yang harus diajarkan kepada murid. Akibatnya, kita sering mendengar murid sekolah terlibat tindakan kriminal, tawuran dan pembegalan. Indonesia memiliki orang-orang yang berpotensi, namun rasa cinta kepada bangsa sangat kurang.

Banyak mahasiswa yang berpotensi mendapatkan beasiswa studi ke luar negeri. Namun, setelah selesai, kebanyakan mereka tidak kembali ke Tanah Air karena merasa tidak memiliki jaminan kehidupan yang baik. Namun, apabila tidak memiliki kesempatan berkarir di luar negeri, barulah mereka memikirkan untuk kembali ke tanah air.

Presiden Obama berkata: “Cutting the deficit by getting our investment in innovation and education is like lightening an overloaded airplane by removing its engine. It may make you feel like you are flying high at first, but it won’t take long before you feel the impact.”

Seorang presiden dari negara yang terdepan di dalam kualitas pendidikan masih berpikir untuk selalu berinvestasi. Nasehat ini perlu dicontohi dan dieksekusi oleh pemerintah kita. Tanpa sistem pendidikan yang transparan dan profesional, kita tidak akan mampu membangun sistem economy knowledge yang inovatif. Negara akan menjadi lebih baik apabila rakyat, pemerintah dan pengusaha memiliki keinginan berinovasi.

Eksploitasi Kekayaan Alam
Tahun 1978 kita memiliki jalan tol pertama di Asean. Namun saat ini, dibandingkan negara tetangga, kualitas dan panjang jalan tol kita jauh tertinggal. Demikian pula rel kereta api, kita terpanjang di Asia Tenggara. Namun, saat ini tidak ada lagi penambahan yang berarti dan yang ada pun merupakan peninggalan Belanda.

Dari segi pertanian, Indonesia memiliki lahan yang sangat luas dan subur dengan hanya dua musim, namun tidak bisa berswasembada pangan. Kita harus impor dan kebijakan ini menjadi ajang kesempatan untuk korupsi. Hutan dan batubara yang menjadi sumber ekspor sekarang mulai berkurang. Keserakahan mengekploitasi kekayaan alam yang sembarangan mengakibatkan kekeringan pada musim kemarau dan bencana asap yang luar biasa merugikan kesehatan.

Semuanya ini terjadi karena kita terlalu menikmati apa yang sudah tersedia dan sangat egois untuk tidak memikirkan bahwa kekayaan alam ini suatu ketika akan habis. Inilah kegagalan yang luar biasa besarnya, tanpa mau berinovasi dengan dasar penguasaan pengetahuan yang memadai.

Ironisnya, sepertinya pemerintah masih berfokus pada masalah sosial politik di dalam menjalankan roda pemerintahan dan tidak melihat sistem pendidikan sebagai hal yang prioritas. Maka jangan heran Indonesia ke depan akan semakin tertinggal di dalam keterbukaan dan ilmuwan kelas dunia. Manakala pengetahuan di Indonesia semakin terdegradasi, kualitas manusianya semakin menurun, dan produktivitasnya akan semakin rendah.

Dengarkan kalimat bijak Robert Geitner, profesor senior University of Chicago Booth School of Business: “Our future growth relies on competitiveness and innovation, skills and productivity… And these in turn rely on the education of our people.”

Tandean Rustandy, Peneliti Senior Reformed Center for Religion and Society

Leave a Comment

Your email address will not be published.