Suara Pembaruan, 21 Juli 2009
Binsar A. Hutabarat
Sembilan orang tewas dan puluhan orang terluka dalam ledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, sekitar pukul 07.55, Jumat, 17 Juli 2009. Ledakan hebat yang terjadi di kedua hotel tersebut, menurut Menko Polhukam Widodo AS, berasal dari bahan jenis high explosive. Dino Patti Djalal mengaku terkejut melihat lokasi ledakan di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Dia menegaskan, ini merupakan aksi terorisme. Tak dapat dimungkiri, kejadian ini telah sukses merombak atmosfer situasi keamanan yang kondusif di Indonesia beberapa tahun terakhir ini.
Ledakan bom di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, makin mencoreng muka Indonesia di mata dunia, karena terjadi di tengah gegapgempita penyambutan klub sepakbola Manchester United (MU) yang akan menginap di hotel itu. Kejadian itu otomatis menimbulkan kekhawatiran penggemar MU akan terjadinya pembatalan pertandingan klub sepakbola MU yang tiketnya telah banyak terjual. Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton merupakan tempat menginap warga asing, terutama dari Amerika Serikat.
Ledakan di Hotel JW Marriott dan Hotel The Ritz Carlton mengejutkan sejumlah pihak. Pemerintah, terutama Badan Intelijen Negara (BIN) harus lebih waspada. Apalagi, menurut pengamat intelijen, AC Manullang, teror ledakan itu masih akan berlanjut.
Sejak 2000, “teror bom” mulai intens di Indonesia. 1 Agustus 2000, bom meledak di kedutaan besar Filipina di Jakarta, dua orang tewas dan puluhan terluka. 13 September 2000 bom meledak di gedung Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia), 15 orang tewas dan puluhan terluka. 24 Desember 2000, serangkaian bom meledak di gereja di Jakarta dan kota-kota lainnya pada saat perayaan Natal, 17 orang tewas dan sekitar 100 terluka. 12 Oktober 2002, bom meledak di Bali (Bom Bali I) menewaskan 202 orang, sebagian besar adalah turis mancanegara, termasuk 88 orang Australia. 5 Desember 2002 bom meledak di restoran Mc Donald’s di sebelah timur Kota Makassar dan menewaskan 3 orang. 5 Agustus 2003 bom meledak di Hotel JW Marriott, menewaskan 12 orang dan melukai 150 orang.
Pada 10 Januari 2004, empat orang tewas dalam ledakan bom in Kafe Karaoke di Palopo, Sulawesi. 9 September 2004 bom meledak di Kedutaan Besar Australia, yang menewaskan 10 orang Indonesia dan melukai lebih dari 100 orang. 13 November 2004, ledakan bom terjadi di kantor polisi di Sulawesi, menewaskan 5 orang dan melukai empat orang. Pengeboman di Bali 2005 (Bom Bali II) pada 1 Oktober 2005 menewaskan 23 orang dan 196 luka-luka. Pada 17 Juli 2009, bom meledak di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton di Jakarta, sembilan orang tewas dan 42 terluka.
Bahaya Laten
Belajar dari peristiwa ledakan bom yang terjadi di Indonesia, kita tentu bertanya, mengapa pemerintah belum juga menetapkan terorisme sebagai bahaya laten yang harus diwaspadai oleh pemerintah, aparat kepolisian dan seluruh rakyat. Dan hal lain yang perlu diwaspadai adalah kejadian itu terjadi bertepatan dengan konflik pilpres dengan kompleksitas isu.
Perintah Presiden Susilo Bambang Yudoyono agar polisi dan tentara berlatih bersama untuk mengantispasi ancaman teroris ketika merespons tragedi Mumbai 10 Desember 2008 adalah tepat, namun, tampaknya itu belum terimplementasi dengan baik.
Travel warning Pemerintah Australia agar warganya tidak berkunjung ke Indonesia terkait akan adanya bahaya terorisme mestinya disikapi secara positif. Apalagi, baru-baru ini, telah ditangkap sejumlah orang yang diduga kaki tangan pelaku teror Noordin M Top, di Jawa Tengah. Belum lagi, keberhasilan aparat keamanan menemukan jaringan teroris di Plumpang, Lampung, dan Palembang.
Teror yang terjadi di India pada tahun lalu, merupakan yang terbesar dalam tiga tahun terakhir ini, harusnya memberikan kewaspadaan kepada pemerintah dan aparat kepolisian. Aksi brutal di Mumbai, India, menelan korban 183 terbunuh, 295 luka-luka, dan korban di pihak keamanan 15 orang. Target terbesar yang diserang adalah Hotel Taj Mahal Palace dan Tower, simbol kemewahan Mumbai sejak 1903 yang menjadi tempat favorit kalangan elite di sana. Satu lokasi selebriti yang menjadi kegemaran terorisme, seperti juga kawasan Mega Kuningan yang adalah lokasi Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott.
Terkait peristiwa peledakan bom Bali ke-2, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah mengemukakan mendapat peringatan mulai Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia.
Bangkitkan Kesadaran
Isu terorisme yang hilang pada hiruk-pikuk kampanye 2009 menjadi saksi bahwa pemerintah dan masyarakat Indonesia belum menganggap ancaman terorisme sebagai bahaya laten yang harus senantiasa diwaspadai kapan pun dan di mana pun ancaman itu akan terjadi, khususnya di daerah-daerah selebriti, dan daerah di mana ledakan bom pernah terjadi.
Penderitaan berat keluarga korban akibat bom tersebut seharusnya membangkitkan kesadaran bahwa bahaya terorisme harus dianggap sebagai bahaya laten yang senantiasa perlu diwaspadai oleh pemerintah, aparat kepolisian, dan seluruh rakyat Indonesia.
Kondisi konflik merupakan lahan di mana terorisme menunjukkan aksinya. Usaha membawa kasus-kasus pelanggaran pemilihan presiden ke meja pengadilan tentu sah-sah saja, namun itu tidak boleh mengabaikan kepentingan yang lebih luas, karena bom teroris itu adalah musuh bersama.
Untuk menghadapi ancaman teroris ini, semua elemen bangsa mesti bekerja sama. Kerja sama ini penting diteladani oleh tokoh-tokoh panutan bangsa Indonesia. Kerja sama ini akan memperkuat Indonesia untuk menangkal teror yang mengancam dan masih mungkin terjadi, untuk kemudian secara bersama-sama memutus rantai teroris tersebut.
Binsar A. Hutabarat, Penulis adalah Peneliti Reformed Center for Religion Society