Antisipasi Ekspor Asap Permanen

Investor Daily, 9 Juli 2007
Joseph H. Gunawan

Ekspor asap Indonesia tahun ini tampaknya akan kembali menuai kritik negara-negara sahabat. Minimnya pengendalian dan antisipasi yang cepat dan tepat oleh pihak-pihak terkait merupakan persoalan klasik yang tak kunjung terselesaikan.

Sebuah rilis yang dikeluarkan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Pekanbaru, Kepulauan Riau, awal bulan ini menyebutkan telah ditemukan 254 titik api yang bermunculan di seluruh kawasan Sumatera. Titik-titik api ini masih berpotensi meluas seiring dengan minimnya curah hujan serta lambannya penanganan kasus. Jika kondisi tersebut belum berubah, bukan mustahil, Indonesia akan menjadi negara pengekspor asap permanen.

Selain Sumatera, kawasan pengekspor asap permanen lainnya adalah Kalimantan, meliputi Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, yang semuanya termasuk daerah rawan kebakaran hutan.

Ekspor asap, bagaimana pun juga, sangat berpotensi menimbulkan kesulitan ekonomi, sosial dan pariwisata negara-negara ASEAN, demikian juga halnya dengan kesehatan rakyat. Jadwal penerbangan dan kegiatan ekonomi di Singapura, Malaysia dan Thailand juga mengalami gangguan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Wajar kalau World Development Indicator (WDI) 2007 menguatkan posisi Indonesia sebagai penyumbang terbesar ketiga pemanasan global di dunia yang disebabkan penurunan lahan gambut, kebakaran hutan dan deforestasi atau penggundulan hutan.

Wall Street Journal mengungkapkan bahwa deforestasi bernilai 20% dari emisi karbondioksida (CO2) global yang dihasilkan dari pembakaran hutan. Hutan Indonesia kini berada di urutan pertama dengan emisi karbon dari hutan dan perubahan fungsi lahan, mencapai 2,563 juta metrik ton CO2e.

Tertinggi di Dunia
Tingkat deforestasi Indonesia adalah yang tertinggi di dunia yaitu 1,6% per tahun atau 1,8 juta hektare per tahun. Ekspor asap Indonesia utamanya bersumber dari pembakaran hutan dan lahan gambut pada lokasi perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH). Penggunaan jalan praktis, tercepat, termudah dan termurah dalam membuka lahan baru untuk ditanami karet, kelapa sawit, terbukti lebih melihat kepentingan ekonomi dan tidak mempedulikan kerusakan ekologi serta dampak sosial yang terjadi.

Kebakaran lahan gambut menjadi pemberi kontribusi paling besar terjadinya kabut asap yang merupakan sumber utama emisi karbon. Para pengusaha kelapa sawit, pengusaha perkebunan dan pemegang izin HTI sering kali menyepelekan berapa hektare vegetasi dan kompleksitas rantai kehidupan di dalamnya yang hancur luluh lantak.

Pemegang konsensi perkebunan dan pengusaha minyak sawit (CPO) juga berlaku sama, yakni mengesampingkan berapa luas daerah tangkapan air dan ruang terbuka hijau yang rusak dan hilang dari peta bentang alam yang pada akhirnya menghancur leburkan tutupan hutan alam.

Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan ini bukan hanya bersifat lokal atau kerusakan ekosistem saja, melainkan kerusakan lingkungan global atau kerusakan ekosfer nyata dari ancaman pemanasan global dan lobang ozon.

Dengan menurunnya kadar ozon berarti sinar ultra violet B makin bertambah sampai ke bumi dan menimbulkan radiasi matahari dari ultra violet B yang mengakibatkan percepatan proses penuaan, keriput, kegagalan fungsi mata, sistem kekebalan tertekan dan kanker kulit. Bukti lingkungan hidup yang menghadapi krisis dihasilkan oleh eksploitasi alam besar-besaran secara tak terbatas yang menyebabkan ketidakseimbangan, ketidakharmonisan ekosistem dan merusak iklim global.

Panggilan Manusia
Manusia diberikan wewenang penuh untuk menjaga dan melestarikan alam. Sebagai citra Allah (imago Dei) yang berakal budi, manusia dapat menaklukkan bumi dan berkuasa atas binatang. Namun, hal itu tidak boleh diartikan sebagai pembenaran untuk mengeksploitasi alam serta semua makhluk hidup sesuka hati.

Mandat Pencipta kepada manusia harus dipahami dalam konteks relasi manusia dengan Pencipta. Atas dasar tujuan hidup manusia terletak dalam hubungannya dengan Tuhan, barulah manusia dapat mengimplementasikan tugas pemerintahan dan penguasaan atas alam secara benar dan terhindar dari sikap egoisme dan kearogansi.

Dalam bukunya God in Creation (1985), Jurgen Moltmann menyebutnya bahwa mandat menguasai dan memerintah alam sebuah panggilan untuk manusia. Fungsi dan peran manusia dalam alam sesungguhnya adalah sebagai representasi Pencipta di dunia, bukannya mengeksploitasi dan merusak alam.

Manusia diciptakan untuk menguasai alam semesta, yang berarti manusia lebih tinggi dari semua ciptaan bahkan berkuasa atas ciptaan yang lain. Manusia lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan makhluk ciptaan lain karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan rasional.

Dengan ditempatkannya manusia pada posisi lebih terhormat, dari manusia itulah dituntut untuk memiliki tanggung jawab khusus terhadap seluruh alam. Jika manusia arogan dan bertindak sebagai penguasa yang sewenang-wenang, kejam dan tidak adil atas alam, manusia jualah yang menanggung segala konsekuensi dan dampak buruk yang ditimbulkannya.

Pemerintah Pusat berkewajiban menginstruksikan jajaran pemerintahan di bawahnya agar segera berubah diri dan jangan ragu mentransformasi pola pikir rakyat bahwa membakar hutan sangat merusak lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri.

Pemerintah perlu memperkenalkan metode-metode baru pembukaan lahan yang benar. Pemerintah juga harus terus menerus memberikan penyuluhan agar petani tradisional sekitar hutan menghentikan sistem ladang berpindah-pindah.

Alam ini milik bersama, sehingga tanggung jawab pengelolaan alam adalah tanggung jawab dan komitmen bersama. Kerusakan alam di satu tempat akan memengaruhi lingkungan hidup di tempat lainnya.

Hendaknya kasus titik-titik api di kawasan Sumatera dan ancaman pemanasan global yang makin nyata di hadapan kita senantiasa mengingatkan sekaligus mempertebal kesadaran bersama akan pentingnya pengelolaan alam yang bertanggung jawab.

Joseph H. Gunawan, Penulis adalah Peneliti Reformed Center for Religion Society

Leave a Comment

Your email address will not be published.