2011, Antara Harapan dan Kenyataan

Investor Daily, 27 Januari 2011
Tandean Rustandy

Tahun 2010 salah satu tahun terbaik dalam era reformasi, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan. Tapi sayang, penegakan hokum masih tetap lemah, infrastruktur tetap saja jelek, kepedulian semakin merosot.

Ironisnya, semua ini dikompensasi dengan pertumbuhan ekonomi Memasuki 2011, muncul banyak masalah, dimulai dengan kenaikan upah minimum regional (UMR). Ini tentu hal positif bagi pekerja maupun pertumbuhan ekonomi karena daya beli masyarakat akan meningkat.

Tapi, apakah tingkat kenaikan UMR sudah diperhitungkan dengan bijak? Kita harus ingat, tidak semua perusahaan mampu membayar upah sesuai UMR, terlebih industri padat karya karena terimbas distorsi biaya produksi sehingga tidak akan mampu bersaing. Regulator pasti berdalih sudah melakuan riset terhadap kemampuan perusahaan. Tapi nyatanya, dengan kenaikan ini pun para pekerja tetap merasa kebutuhan hidup sehari-hari belum tercukupi.

Reformasi Internal PLN

Masalah UMR belum terselesaikan, muncul berita kenaikan biaya listrik untuk industri. Manajemen PLN mengatakan, biaya listrik di Indonesia adalah yang terendah di antara beberapa negara tetangga. Beberapa BUMN telah mampu mencapai keuntungan yang fantastis, sedangkan PLN masih “berdarah-darah” dan memerlukan subsidi dari pemerintah. PLN juga sangat menyadari, bagaimanapun juga biaya listrik PLN lebih murah dibandingkan dengan jika industri memakai pembangkit listrik sendiri.

Jadi, direksi PLN merasa harus ada perubahan agar tidak merugi terus dan menjadi beban pemerintah. Akan tetapi, agar harga jual listrik PLN tetap terjangkau oleh para pelanggan, apakah manajemen PLN sudah melakukan “reformasi” ke dalam sebelum menaikkan tarif guna menekan biaya?

Ada baiknya manajemen PLN melihat kasus turn-around Garuda Indonesia yang menjadi salah satu model yang patut dipelajari. Dibutuhkan banyak pengorbanan bagi Garuda untuk turn-around. Garuda tidak mau seenaknya menaikkan harga hanya lantaran biaya-biaya naik, meskipun merugi. Manajemen Garuda restrukturisasi pinjaman. Untuk menekan biaya komponen dan perawatan, Garuda memakai pesawat sejenis, yaitu Boeing 737 berbagai seri untuk penerbangan domestik dan regional, serta Airbus 330-200 dan 330-300 untuk penerbangan international.

Garuda juga meningkatkan layanan sebelum penerbangan, dari reservasi tiket, check-in di bandara hingga layanan di dalam pesawat. Tempat duduk dan inflight entertainment ditata kembali. Harga tiket menjadi premium, tetapi harga yang kompetitif tetap tersedia apabila reservasi dilakukan jauh hari sebelumnya. Garuda memang terus berbenah diri guna bisa menjadi anggota “Frequent Flyer Sky-team”.

Mengapa hal seperti itu tidak dilakukan PLN? Alangkah bijaknya apabila manajemen PLN mau belajar dari reformasi yang telah dilakukan oleh Garuda. Direksi Garuda pada awalnya pasti ditentang oleh oknum-oknum yang tidak suka akan perubahan. Akan tetapi, apa yang dilakukan oleh Garuda, sekarang bukan saja memberi keuntungan ekonomis, tetapi juga meningkatkan citra bangsa Indonesia.

PLN juga harus mengadakan perubahan yang radikal. Begitu banyak pelanggan penanaman modal asing (PMA) dan joint venture yang membutuhkan layanan PLN. Apabila mereka puas, mereka pasti bercerita dari mulut ke mulut di negara mereka. Hal sedemikian sederhana, tapi bisa menarik foreign direct investment ke Indonesia, yang sangat dibutuhkan oleh sektor riil bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Kita juga memimpikan setiap BUMN bisa memiliki kapten yang betul-betul profesional agar pembangunan bangsa mendapat dukungan dari keuntungan finansial BUMN. Pada saat BUMN berkembang, pengangguran akan berkurang, dan pembayaran pajak meningkat. Multiplier effect yang positif ini akan mendorong pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) secara signifikan.

Saat ini inflasi banyak diperbincangkan orang. Harga makanan pokok terus meroket. Masalah yang ditimbulkannya cukup mengkhawatirkan, dan tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Kenaikan UMR dan tarif listrik akan memicu timbulnya inflasi. Akibatnya, suku bunga juga naik. Inilah salah satu yang sangat dikhawatirkan oleh para pelaku bisnis.

Setelah biaya listrik, UMR, dan bunga pinjaman naik, apakah sector riil masih mampu bersaing? Mungkin pelaku bisnis akan mengadakan konsolidasi, sehingga tenaga kerja baru tidak akan tertampung, dan pengangguran meningkat. Akibatnya, masalah sosial seperti kriminalitas pun akan meningkat.

Pengusaha dan Pejabat

Apakah 2011 akan betul-betul lebih baik dari 2010? Masalah yang diuraikan di atas hanyalah sekelumit dari begitu banyak masalah yang sedang mengemuka akhir-akhir ini, misalnya mafia hukum, tersendatnya pembangunan infrastruktur, dan sebagainya.

Inflasi yang terjadi sebenarnya lebih merupakan cost-push inflation akibat lambannya pengambilan keputusan. Kami ingin menggugah para pejabat untuk berkorban agar bisa seperti BUMN-BUMN yang sudah go public, misalnya Bank Mandiri, BRI dan BNI dari sektor perbankan, atau Semen Gresik dari sektor manufaktur, atau Garuda dari sektor pelayanan jasa.

Kami yakin kita bisa berubah, sebagaimana slogan Presiden Obama. Indonesia bisa maju, bukan karena mengeksploitasi kekayaan alam yang menguntungkan pihak luar, melainkan dengan menjadi bangsa yang mempunyai tulang punggung yang kuat. Indonesia bahkan bisa membuat negara lain terseok-seok hanya dengan cara mengendalikan kekayaan alam secara ketat.

Ayolah, para pengusaha dan pejabat, apabila kita ingin 2011 lebih baik dari 2010. Bila kita memang cinta Indonesia, berubahlah dan berkorbanlah, bukan sekadar dengan kata-kata, melainkan dengan action and action and action.

Tandean Rustandy, Penulis adalah Peneliti Senior Reformed Center for Religion and Society, Alumnus MBA Booth School of Business, University of Chicago

Leave a Comment

Your email address will not be published.